Perlawanan Rakyat Indonesia Sebelum Abad 20
1. Dalam khazanah benang merah sejarah Republik Indonesia, kemerdekaan bukanlah hadiah atau pemberian begitu saja (given), tetapi melalui jalan terjal yang terlampau berliku. tak khayal, masyarakat terdahulu mengerahkan segala macam yang mereka punya: harta, benda, keluarga, bahkan nyawa sekalipun! bukannya ingin meromantisasi perjuangan mereka, tetapi, kalau kita berpikir secara radikal, kira-kira begini: Mengapa mereka melakukan itu semua? hingga merelakan tubuh berlumur luka, darah, dan air mata? sepenting dan segentingkah perlawanan terhadap bangsa Portugis dan Belanda demi mencapai singgasana kemerdekaan? baiklah, mungkin kesadaran nasionalisme, katakanlah, mereka masih belum tebal dan kental, hingga menyurutkan perjuangan hanya berbasis lokalisme kedaerahan belaka. akan tetapi, bukankah perlawanan yang bersifat lokalistik tersebut mempunyai kelindan dengan perlawanan secara nasional kelak? artinya, rentetan perlawanan kedaerahan mempunyai hubungan dengan terciptanya perlawanan secara nasionalisme pada tahun-tahun mendatang? pertanyaannya adalah: uraikan dengan pisau analisis pemikiran kalian, korelasikanlah perlawanan kedaerahan dengan perlawanan nasionalisme! mengapa perlawanan kedaerahan dapat menciptakan kesadaran nasionalisme pada tahun-tahun berikutnya?
Jawab: Pergerakan nasional merupakan istilah yang digunakan pada fase sejarah Indonesia dalam mencapai kemerdekaan. Pergerakan nasional terjadi dalam kurun waktu 1908-1945. Dalam buku Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia (2015) karya Ahmadin, 1908 dijadikan sebagai awal pergerakan nasional karena pada masa tersebut perjuangan yang dilakukan rakyat masuk dalam kategori bervisi nasional. Pada saat itu warga Indonesia mulai memikirkan dan mengenang kembali masa damai ketika belum dijajah, untuk itulah mereka merelakan semuanya dan melakukan perlawanan. Dimulai dengan perlawanan kedaerahan yang tidak banyak menimbulkan efek, namun pada 1908 mulai terjadi Pergerakan Nasional, seperti namanya perlawanan kali ini bersifat nasional.
Munculnya nasionalisme Indonesia pada masa perintis ditandai dengan munculnya organisasi-organisasi pergerakan nasional. Salah satunya Budi Utomo, sebuah organisasi yang terbentuk pada tanggal 20 Mei 1908 oleh Dr. Soetomo dan para mahasiswa STOVIA, Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji. Setelah melewati masa perintis, masyarakat Indonesia menjadi lebih erat dan berhasil membentuk sumpah pemuda pada masa penegak. Masa percobaan, saat itu memang belum berhasil merdeka namun bangsa Indonesia sudah sedikit lebih berkembang di bidang ekonomi. Lalu pada masa pendobrak, saat itu Indonesia masih berada di bawah jajahan Jepang, dan ketika mendengar Jepang menyerah tanpa syarat pada sekutu para pemuda semakin erat dan mendesak Soekarno agar segera mengumumkan kemerdekaan Indonesia.
Semua masa berhasil dilewati karena berbagai peristiwa yang terjadi di masa sebelumnya, terutama adalah ketika bangsa Indonesia sadar kalau perlawanan kedaerahan tidak menghasilkan apa-apa. Banyak orang yang belajar dari masa lalu dan akhirnya mendapat semangat untuk menggapai kemerdekaan.
singkatblogs.blogspot.com |
2. Perlawanan kedaerahan tidak boleh dipandang sebelah mata saja, sebab, karena perlawanan kedaerahan lah yang mampu, secara lambat laun, menyadarkan arti nasionalisme dan kemerdekaan. bagaimana pemberontakan dan perlawanan bertransformasi menjadi lebih luas lagi, yaitu: Kemerdekaan Indonesia! Peperangan kedaerahan masih bersifat kesukuan, latar belakang, dan agama serta keyakinan daerah setempat. Dari Sabang sampai Merauke pasti mengangkat senjata dan melakukan pemberontakan kepada portugis dan Belanda. Pertanyaannya adalah, uraikan peperangan dan pemberontakan kedaerahan sesuai dengan latar belakang dan kesukuan keluarga kalian, pilih salah satu dari garis ayah atau ibu! soal ini bukan bermaksud rasis atau chauvinis, tetapi menggali sejarah adat kelokalan kalian dan budaya keluarga kalian, supaya kalian tahu dan memahami serta bangga akan asal-usul daerah masing-masing.
Jawab: Keluarga besar saya berasal dari suku Betawi, sudah berkali-kali saya ke kampung Betawi, mendengar kisah serta menonton film Si Pitung yang melawan kompeni Belanda, di antara perlawanan Betawi pada masa kolonial adalah munculnya jawara silat. Silat khas Betawi ini terpengaruh dengan banyak budaya suku bangsa lain seperti Tionghoa, Banten, Melayu, Jawa, Sulawesi. Perkembangan maen pukulan melalui proses yang panjang. Beberapa literatur menyebutkan cikal bakal maen pukulan bermula sejak Kerajaan Tarumanegara menguasai Kalapa atau Jakarta masa kini, pada abad 5-7 Masehi. Pengaruh silat turut dipengaruhi Kesultanan Banten yang menguasai Kalapa yang kemudian diganti menjadi Jayakarta. Pada 1618 diperkirakan sebanyak 6 ribu sampai 7 ribu prajurit melindungi Jayakarta. Prajurit yang ahli bermain silat ini pun memberikan pengaruhnya ke masyarakat sekitar. Pada 31 Desember 1799, VOC dibubarkan dengan utang dibebankan kepada pemerintah Hindia Belanda. Sejak pemerintah Hindia Belanda berkuasa muncul kebijakan yang menyengsarakan rakyat.
Kolonial Belanda menerapkan sistem partikelir yakni tanah dijual kepada tuan tanah dan melarang masyarakat Betawi sebagai petani bebas. Kolonial Belanda juga menerapkan sistem tanam paksa atau cultuur stelsel yang kejam. Pada masa itu muncul para tokoh jago yang dianggap membela masyarakat yang lemah. Beberapa tokoh yang jago pada masa penjajahan diantaranya Entong Gendut, Haji Darip, Kyai Haji Noer Ali, Imam Syafi'i. Namun nyatanya tidak hanya untuk melindungi yang lemah, para jawara juga banyak yang berpihak ke kolonial Belanda, lebih tepatnya kepada yang kaya raya. Mereka menawarkan jasa tukang pukul, penagihan, dan keamanan, ada yang sebagian berkecimpung di dunia hitam dengan mengembangkan bisnis judi dan tindakan melanggar hukum lainnya.
Tidak hanya melindungi yang lemah dan melakukan beberapa pelanggaran hukum, rakyat Betawi tentu juga ambil peran dalam mengusir penjajah. Sejumlah jawara atau jagoan Betawi ikut terlibat dalam berbagai pemberontakan para petani seperti di Condet, Jakarta Timur (1916), Slipi, Tanah Abang dan Cakung (1913), serta Tangerang 1924 dan Tambun (1869). Mereka berontak mencegah pasukan VOC dan tuan tanah jahat yang akan melakukan penyitaan terhadap kediaman para petani karena tidak sanggup membayar blasting (pajak) hasil bumi.
3. Perlawanan awal abad ke-20 sedikit jauh lebih signifikan, sebab bukan hanya mengandalkan senjata kebendaan dan kontak fisik jua, tetapi dengan kognitif pemikiran intelektualitas para founding fathers and mothers bangsa Republik Indonesia yang kita cintai ini. Artinya, perdebatan konsepsi politik dengan dibangunnya kesadaran massa guna mendirikan semacam organisasi entah itu dengan kesukuan, agama, atau serikat buruh. pertanyaannya adalah, mengapa baru pada awal abad ke-20 perlawanan organisasional dan partai politik baru terlaksana? mengapa tidak pada abad sebelumnya? jelaskan dan uraikan!
Jawab: Politik Etis atau politik balas budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan bumiputera. Kebijakan politik etis ini dikeluarkan oleh Ratu Belanda Wilhelmina pada 1899. Pada tahun 1908 akhirnya terlahirlah golongan terpelajar, saat itu juga dimulainya pergerakan nasional. Golongan terpelajar merupakan pemuda-pemuda Indonesia yang terdidik atau pemuda-pemuda Indonesia yang telah mendapatkan pendidikan.
Dari ketiga program ini (Irigasi, Edukasi, Migrasi) diharapkan mampu membawa perubahan besar berupa kemajuan Hindia Belanda. Dampak yang paling terlihat dari tiga program tersebut yaitu di bidang pendidikan, di mana pendidikan hanya diberikan kepada anak-anak pegawai negeri dan penduduk yang mampu. Kebijakan etis ini ternyata berhasil membuka peluang bagi mobilitas sosial masyarakat di Hindia Belanda, sehingga memunculkan beberapa kelompok kecil intelektual bumiputra. Dengan adanya politik Etis ini akhirnya rakyat Indonesia bisa menerima pendidikan, awalnya pendidikan ini memang suatu kebutuhan Belanda dan bukan untuk memajukan rakyat Indonesia. Pendidikannya pun juga tidak tinggi karena Belanda sadar bahwa ini bisa jadi ancaman untuk mereka.
Di saat yang sama tokoh golongan terpelajar Indonesia seperti Ki Hajar Dewantara, Soetomo, Hatta, dan Wahidin juga menyadari hal yang sama. Golongan terpelajar ini mendirikan banyak taman belajar guna memberikan pendidikan pada rakyat Indonesia yang akhirnya memiliki pengaruh pada bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial. Melihat dari latar belakang dan penjelasannya ini bisa diambil kesimpulan bahwa pada sebelum abad ke 20 tidak adanya perlawanan nasional atau politik karena pada saat itu rakyat Indonesia tidak memiliki ilmu pendidikan yang cukup untuk memikirkan sampai ke sana. Akhirnya mereka hanya melawa menggunakan kekerasan senjata dan sejenisnya, berbeda dengan setelah menerima pendidikan hingga saat ini.