Apa Itu Instrumen & Pengadilan HAM? Sertakan Contoh Kasus Yang Ditangani dan Upaya Pemerintah Dalam Menegakan HAM
1. Pembentukan Instrumen Hak Asasi Manusia
Apa Itu instrumen HAM?
Instrumen hukum disini berarti landasan dan alat daripada hukum. Sedangkan HAM berarti hak-hak yang dimiliki manusia semata mata karena ia manusia. Berikut instrumen hukum HAM yang terproduksi pasca reformasi
a. TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM. Sebagai akibat kuatnya tuntutan reformasi terhadap penyelesaian pelanggaran HAM.
b. UUD 1945 setelah amandemen. Pasal tentang HAM terletak pada Bab XA, di dalamnya terdapat 26 butir menjamin terhadap pemenuhan HAM, pasal 28 UUD 1945, dll.
c. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Berisi instrumen pokok menjamin semua hak serta mengatur soal kelembagaan Komnas HAM.
d. UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Mengatur perbuatan pidana sebagai pelanggaran berat HAM dan acara hukum acara proses pengadilan HAM.
e. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sebagai reaksi atas pelanggaran oleh banyak oknum terhadap anak-anak.
f. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Mengatur segala kependidikan.
g. UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Keberadaan MK penting bagi eksistenis perlindungan, penghormatan dan pemenuhan HAM.
h. UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dengan latar belakang desakan aktivis perempuan yang meneriakkan soal diskriminasi dan subordinasi hak.
i. UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Sebagai jaminan perlindungan keamanan daripada saksi dan korban.
j. UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Diskriminasi Ras dan Etnis merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM.
k. UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Pentingnya pengaturan hak cipta dari setiap karya.
l. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Landasan hak kebebasan informasi dan hak ases atas informasi public.
m. UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Negara mempunyai tanggungjawab terhadap pelayanan tiap warga negara dalam pemenuhan hak kebutuhan tanpa diskriminasi.
n. UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Buruh. Mengatur kebebasan berpendapat, berserikat, berkumpul dari serikat atau buruh.
o. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Menegaskan terbukanya pasar nasional akibat proses globalisasi ekonomi harus menjamin peningkatan kesejahteraan. Sumber.
suarapapua.com |
2. Pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia
Apa itu Pengadilan HAM?
Pengadilan HAM ini merupakan jenis pengadilan yang khusus untuk mengadili kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pengadilan ini dikatakan khusus karena dari segi penamaan bentuk pengadilannya sudah secara spesifik menggunakan istilah pengadilan HAM dan kewenangan pengadilan ini juga mengadili perkara-perkara tertentu. Istilah pengadilan HAM sering dipertentangkan dengan istilah peradilan pidana karena memang pada hakekatnya kejahatan yang merupakan kewenangan pengadilan HAM juga merupakan perbuatan pidana.
Latar belakang
Pasca runtuhnya kekuasaan rezim otoriter orde baru dan masuknya era reformasi menjadikan semakin meningkatnya tuntutan terhadap penyelesaian berbagai pelanggaran HAM yang terjadi dan adanya perubahan di tataran instrumental untuk mendorong penegakan hukum dan penghormatan atas hak asasi manusia. Salah satu instrumen penting yang lahir dalam masa reformasi ini adalah munculnya mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia melalui pengadilan Hak Asasi Manusia (Pengadilan HAM). Sumber.
Pembentukan dan pelaksanaan Pengadilan HAM didasarkan sesuai hukum Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang ditetapkan pada tanggal 23 November tahun 2000.
Upaya pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia :
a. Menegakan supremasi hukum dan demokrasi
Supremasi hukum dan demokrasi sendiri adalah upaya menegakkan dan menempatkan hukum pada posisi tertinggi agar tiap lapisan masyarakat dapat mendapat hak yang sama dan dapat terlindungi tanpa adanya intervensi dari pihak manapun.
Contoh kasus :
Mahfud MD : Supremasi Hukum Ditegakkan, Banyak Koruptor Ditangkap
Menyinggung soal penegakan supremasi hukum yang terasa seperti berjalan di tempat, Mahfud mengakui bahwa lemahnya penegakan hukum disebabkan ketidakkonsistenan para aparat penegak hukum. Berbagai penangkapan kasus korupsi yang belakangan marak terjadi, mereka yang tertangkap lebih disebabkan karena faktor “kesialan” semata, dan bukan karena atas dasar kesigapan aturan hukum dan aparat terkait. “Mereka hanya sedang apes saja, karena di tempat lain, yang melakukan korupsi juga banyak, tapi kenapa mereka tidak ditangkap? Karena mereka sedang tidak apes. Itu saja,” ucap Mahfud prihatin. Menurutnya, sangat tidak baik jika penangkapan kasus korupsi hanya didasari atas alasan “ apes”, sebab seharusnya seluruh aparat penegak hukum secara solid bersatu memberantas korupsi sehingga supremasi hukum dapat ditegakkan.
Lebih lanjut Mahfud menambahkan, proses demokrasi yang terjadi belum dapat menjamin terselenggaranya pemerintah yang menegakkan hukum yang berkeadilan. “Demokrasi harus diimbangi dengan nomokrasi, yang berarti pemerintahan hukum yaitu nomokrasi harus mengimbangi demokrasi yaitu pemerintahan rakyat,” terangnya.
Mahfud mencermati, saat ini masyarakat kerap bersikap apatis terhadap penegakan hukum. Banyak terjadi pelanggaran hukum namun tidak bisa diselesaikan secara hukum. Hal ini masih ditambah dengan banyaknya kasus korupsi yang tidak bisa ditangani sesuai mekanisme hukum. Karenanya, Mahfud meyakini jika supremasi hukum dapat ditegakkan, maka akan sangat banyak sekali koruptor yang berhasil ditangkap. Sebaliknya, situasi hukum yang mandul saat ini telah mengakibatkan hanya segelintir kasus korupsi yang berhasil terungkap. Mengakhiri orasi ilmiahnya, Mahfud berharap Dialog Nasional kali ini dapat menemukan titik temu sebuah wacana pemikiran yang efektif dalam menegakan supremasi hukum (Agung Sumarna/mh). Sumber.
b. Meningkatkan kualitas pelayanan public
Perubahan paradigma dari penguasa yang menguasai dan ingin dilayani menjadi penguasa yang menjadi pelayan masyarakat dengan cara mengadakan perubahan bidang struktural, dan kultural dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan public.
Contoh kasus :
Pungutan liar atau “Pungli” bukti rendahnya pelayanan public
Selasa, 07 Mei 2013, pukul 08.30 Wib, kemarin , di Karawang, ketika penulis hendak mengurus perpanjangan Tanda Daftar Perusahaan Perseroan Terbatas (PT) di Kantor Pemerintah Kabupaten Karawang Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar Kabupaten Karawang, Jl. A. Yani No. 30 Karawang. Penulis diminta untuk memberikan sejumlah uang, sebesar Rp. 1.000.000, - (satu juta rupiah) untuk biaya administrasi oleh seorang oknum aparat kantor Dinas tersebut yang berinisial “A”, tanpa malu-malu oknum aparat itu menyampaikan bahwa hal ini sudah biasa.Ketika ditanya, apakah hal ini merupakan aturan resmi kantor Dinas tempat oknum aparat itu bekerja, dengan enteng ia menjawab tidak, “tetapi kalau ingin dikerjakan sama saya, maka bapak harus membayar segitu, waktunya seminggu, karena pimpinan sedang tidak ada di tempat”.Akhirnya, dengan sedikit kesal dan berargumen bahwa hal ini “tidak benar”, penulis akhirnya mengurungkan niat untuk memperpanjang TDP di kantor Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar tersebut. Dan, memilih untuk mengurus TDP perseroan terbatas tersebut ke Kantor Pemerintah Kabupaten Karawang, yaitu di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu, yang beralamat di Jl. A. Yani No. 1 Karawang,bersebelahan dengan kantor Bupati Karawang. Sumber.
c. Meningkatkan pengawasan dari Masyarakat dan lembaga politik
Partisipasi masyarakat menjadi salah satu isu strategis untuk mewujudkan yanlik transparan, akuntabel, dan adil. Partisipasi masyarakat merupakan salah satu kondisi yang diperlukan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berhasil dengan baik. Begitu pula dengan Lembaga – Lembaga politik yang diwajibkan untuk mengawas dan menaati hukum yang sedang berlangsung.
Contoh kasus :
KORUPSI DANA DESA : Pengawasan Masyarakat Paling Efektif
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina mengatakan berdasarkan kajian yang dilakukan oleh lembaganya agar korupsi dana desa bisa diminimalisasi, semua pemangku kepentingan mengenai desa perlu melakukan beberapa hal yakni melakukan penguatan fungsi pengawasan formal dan nonformal. “Peran serta masyarakat adalah pengawasan yang kami yakin paling efektif sehingga penting dijamin implementasinya,” tuturnya.
Dia mengungkapkan, pada Pasal 68 Undang-undang No.6/2014 tentang Desa telah mengatur hak dan kewajiban masyarakat desa untuk mendapatkan akses dan dilibatkan dalam pembangunan desa. Pelibatan masyarakat menjadi faktor yang paling mendasar karena merekalah yang mengetahui kebutuhan desa dan secara langsung menyaksikan jalannya pembangunan desa
Selain pelibatan peran masyarakat dalam melakukan pengawasan dana desa, keberadaan Badan Perwakilan Daerah (BPD) perlu dimaksimalkan dalam menyerap aspirasi dan mengajak masyarakat terlibat aktif dalam pembangunan desa, mulai dari pemetaan kebutuhan, perencanaan, pengelolaan hingga pertanggungjawaban. Selain pengawasan masyarakat, menurutnya pengawasan formal perlu dioptimalkan termasuk melalui Satuan Tugas Dana Desa yang dibentuk oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang juga berwenang melakukan penguatan kapasitas pendamping dan kepala desa. Sumber.
d. Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip HAM
Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip HAM kepada masyarakat melalui lembaga pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi) maupun non-formal (kegiatan-kegiatan keagamaan dan kursus-kursus). Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.
Contoh kasus :
Hak Asasi Manusia, Komnas HAM terus berupaya melakukan upaya penyebarluasan wawasan hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang HAM. Dalam upaya tersebut, Komnas HAM melalui Bagian Dukungan Penyuluhan HAM, telah berupaya berinovasi dengan melaksanakan kegiatan yang populer di kalangan masyarakat dari berbagai generasi al. melaksanakan pentas musik dan pemutaran film sebagai rangkaian kegiatan Melaung HAM bersama Sivitas Akademika Universitas Sebelas Maret (UNS) di Solo, pada Selasa s.d. Rabu, (26-27/11/2019). Sumber.
e. Meningkatkan kerjasama yang harmonis antar kelompok/golongan
Toleransi dan Kerja Sama Umat Beragama di Sumatera Utara
Di Desa Lubuk Seberuk Kecamatan Lempuing Jaya, Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan menemukan bahwa kerukunan antar umat beragama di Desa Lubuk Seberuk sudah terjalin dengan harmonis dan sudah berlangsung sejak lama. Kerukunan antarumat beragama yang terjalin di Desa Lubuk Seberuk tidak hanya atas sikap saling menghormati dan menghargai namun sudah beranjak pada kerjasama antar umat beragama. Ketika umat Islam membangun Mesjid sebagai rumah ibadat, umat non Muslim ikut membantu berupa materi maupun imateri. Sebagian ada yang menyumbang uang, bahan bangunan, tenaga dan begitu pula sebaliknya. Sumber.