Review Novel Perfect Purple
Oleh : Muhammad Aria Darmawan
Penulis: Indah Hanaco
Penyunting naskah: Moemoe Rizal dan Irawati Subrata
Desain sampul: Inekeu Rahaya
Desain isi: Kulniya Sally
Proofreader: Febti Sribagusdadi Rahayu
Penerbit: Pastel Book
Tahun terbit: Januari 2016
Tebal buku: 196 halaman
ISBN: 978-602-7870-64-2
Pendahuluan
Perfect Purple adalah novel Indah Hanaco ke dua puluh yang diterbitkan. Pernah berhenti menulis selama tiga belas tahun, kini Indah Hanaco benar-benar fokus pada aktivitas menulis, terutama novel dan buku anak. Tema yang dihadirkan adalah aktivitas kelautan, seperti dua novel sebelumnya. Tokoh utama Milly Kalindra, yang mengikuti kampanye laut nonprofit untuk menghindari paksaan ibunya untuk melanjut kuliah.
Sinopsis Novel Perfect Purple Karya Indah Hanaco
Gadis keras kepala ini bernama Milly. Dia menyukai ungu. Dan tahu apa yang dia inginkan. Masuk jurusan pilihan ibunya bukanlah keinginannya. Sementara itu berkampanye menyelamatkan paus minke adalah keinginannya. Apapun resikonya.
Milly lantas mengarungi kapal berwarna ungu, berlayar menuju kutub selatan yang tampak keunguan dari kejauhan. Dia akan berupaya menyelamatkan paus dari perburuan. Mengenal orang-orang yang mendedikasikan nyawanya demi lingkungan. Dan, membenci mereka yang mengeruk sumber daya alam demi uang.
Namun, meskipun keras kepala sebetulnya keinginan Milly terus berubah. Mungkin suatu hari dia akan berhenti, dan kembali menjadi gadis biasa dari Pematangsiantar. Namun Milly bertemu laki-laki yang mengubah hidupnya di atas kapal. Mengajarkannya deburan menyenangkan selain ombak dan keindahan warna ungu, yaitu...
Kelebihan Novel Perfect Purple Karya Indah Hanaco
Pertama, tema yang unik.
Tema yang dihadirkan memang jarang disorot dalam media di Indonesia, tapi media luar sudah banyak yang menyoroti mengenai tema yang diangkat. Tema yang dihadirkan mengenai isu lingkungan mengenai penyelamatan paus dari perburuan. Meskipun sang tokoh utama seorang gadis belasan tahun, tapi sudah memberanikan diri untuk berkampanye pada dunia, dan menjelajahi laut luas. Dari tema yang diambil dapat membuat kita menjadi lebih peduli lagi dengan lingkungan.
Perfect Purple jelas berbeda dari kebanyakan novel romance lainnya. Meski unsur romancenya memang tidak terlalu kental, tapi tetap saja ada beberapa adegan yang mengandung unsur romantis populer dalam kalangan remaja, yang juga sangat realistis. Ini juga merupakan ciri khas dari Indah Hanaco yang dapat membuat pembaca menjadi baper.
Kedua, sederhana.
Meskipun Indah Hanaco merupakan seorang penggila hal-hal yang berbau 90-an, dia juga bisa membuat alur novel yang sederhana, tapi menarik. Konflik yang pas untuk sebuah novel yang langsung tamat, bahasa yang dapat dicerna oleh siapapun. Cerita juga menjabarkan tentang perburuan paus dan bagaimana mencegahnya, yang dapat membuat pembaca sadar akan lingkungan.
Pengkarakterannya pun juga demikian. Milly sebagai seorang anak SMA yang juga menjadi tokoh utama di novel ini memiliki sifat seperti gadis SMA pada umumnya seperti keras kepala, merasa tindakan dan keputusannya benar, punya rasa gentar namun juga punya kekuatan untuk berjuang. Neal, seorang pria yang banyak berbincang dengan Milly memiliki sifat ramah serta lemah dan lembut. Namun bila itu berurusan dengan seseorang yang ingin mencuri paus secara illegal, dia akan menjadi sangat serius dan membuat pembaca terkesan. Kedua tokoh ini memiliki karakter yang tidak berlebihan.
Ketiga, filmis.
Kelebihan berikutnya dalam novel ini adalah adegan-adegan yang filmis. Kita seakan-akan diajak menonton pertunjukan, pertarungan hebat atas air, di depan layar tiga dimensi (3D). Bahkan lebih dari itu, pembaca seolah diajak dalam kegiatan di lautan luas untuk mempertahankan paus dari pemburu paus. Membaca novel ini kita dapat dibawa dalam ketegangan pertempuran antar kapal sekaligus arti dari sebuah jalan hidup yang kita ambil.
Keempat, plot yang mengejutkan.
Plot yang dihadirkan ini tidak biasa untuk tokoh utama yang seorang gadis delapan belas tahun ikut dalam mengarungi sebuah kapal, berjalan menuju kutub selatan di lautan lepas. Tidak mudah untuk melarang orang untuk membunuh paus. Milly dan teman-temannya di kapal harus bertempur melawan kapal-kapal canggih dari berbagai negara, kadang menang dan kadang harus mundur karena awak kapal yang terluka.
Kelima, banyak pembelajaran hidup yang dapat diambil.
Kelebihan terakhir dari novel ini yaitu, banyak pembelajaran hidup yang dapat diambil. Meskipun bergenre romantis, tentu ada hal seperti penyesalan dalam novel ini dan bagaimana seseorang harus menentukan jalan hidupnya, mengikuti kata orang tua, kah? Atau menjalani hidup sesuai kemauan sendiri?
Kekurangan Novel Perfect Purple Karya Indah Hanaco
Pertama, kurangnya kontribusi tokoh utama dalam organisasi.
Novel ini beralur maju dan menggunakan sudut pandang orang ketiga, yaitu sudut pandang Milly. Bahkan saat Neal dan kru lain mencoba menggagalkan pemindahan daging paus, dari sisi Milly lah ketegangannya digambarkan. Dari sudut pandangnya juga selalu digambarkan kalau dirinya hanya sedang mabuk laut, pingsan, dan lain-lain. Sebagai tokoh utama, peran Milly yang paling sedikit dalam SNFS (Sea Not For Sell). Tidak seperti anggota perempuan yang lain, sejak tiba di kapal Milly hanya membantu menyiapkan sarapan, membersihkan dek dan dapur saja. Ia tidak ikut berkampanye pada dunia. Kurangnya kontribusi tokoh utama dalam konflik utama, membuat pembaca merasa kurang puas.
Kedua, judul buku yang tidak terlalu berkaitan dengan cerita.
Perfect Purple, ungu adalah warna favorit dari penulis dan tokoh utama. Tapi, dalam cerita, Milly hanya sedikit atau tidak terlalu banyak mengungkapkan kesukaannya terhadap warna ungu. Peduli lingkungan dan penyelamatan paus yang tidak berhubungan dengan warna ungu.
Ketiga, tidak ada satupun gambar ilustrasi yang ditampilkan.
Adegan dibuat dengan sangat rinci dengan alur yang maju sehingga pembaca dapat membayangkannya dengan mudah. Tapi, bukan berarti itu tidak perlu menggunakan ilustrasi. Di dalam buku maupun cover buku, tidak ada gambar ilustrasi dari tokoh-tokoh dalam cerita. Tidak ada gambaran tokoh, membuat pembaca menjadi sedikit sulit membayangkan adegan yang rumit.
Keempat, sub-konflik yang tidak sampai klimaks.
Selain konflik utama, ada beberapa sub-konflik yang dibiarkan begitu saja tanpa ada penyelesaian ataupun mencapai klimaks, yang membuat pembaca menjadi penasaran dengan rasa tidak nyaman. Misalnya konflik Milly di sekolah, rumah atau di kapal ketika ada beberapa perdebatan antar kru yang kemudian dibiarkan begitu saja.
Kelima, kesalahan penggunaan tanda baca.
Sebenarnya kekurangan ini amat remeh, tapi tidak ada salahnya untuk diulas. Mungkin sudah wajar ada beberapa typo dalam menulis puluhan ribu kata, tapi kesalahan ini dapat mengurangi perasaan saat membaca novel ini.
"Serius, Mil! Untuk apa kami membohongimu demi hal seperti ini," Laura memutar bola mata [hal 26]. Di akhir perkataan terdapat tanda baca koma (,) yang seharusnya tidak ada, tanda baca yang lebih tepat adalah tanda tanya (?).
Novel ini direkomendasikan bagi para remaja-remaja muda, yang masih duduk di bangku sekolah. Tak hanya tentang hubungan romantis tokoh utamanya, novel ini juga mengajarkan banyak pelajaran hidup, peduli lingkungan, bagaimana keadaan laut saat ini yang seharusnya kita menjaganya bukan malah menjualnya. Tidak banyak teknologi canggih yang dimiliki kapal SNFS (Sea Not For Sell), tapi mereka dapat mengurangi perburuan paus dan melestarikan lingkungan.